Sabtu, 26 Januari 2013

Quick Count - Real Count = SAYANG IS THE BEST...



Quick Count - Real Count

Ketika kertas suara terakhir dicoblos saat itu pulalah komposisi persentase suara para peserta pemilu sudah ada, lengkap dengan urut-urutannya mulai dari siapa meraih persentase terbanyak sampai siapa paling sedikit. Dengan demikian siapa yang menjadi pemenang sesungguhnya sudah ada pada saat itu juga.

Yang dibutuhkan selanjutnya hanyalah menghitung satu demi satu surat suara. Tak peduli kemampuan kita untuk menghitung 6 juta lembar surat suara makan waktu satu jam atau satu minggu, komposisi persentase suara tidak akan berubah. Berapa suara untuk si IA, berapa untuk si SAYANG, berapa untuk si GARUDANA, dan berapa suara yang batal, serta berapa kertas suara yang tidak terpakai, tidaklah berubah.

Jika surat-surat suara yang sudah dihitung tadi dikumpul kembali, dikocok-kocok, lalu dihitung ulang, maka niscaya komposisi perolehan suara tetap akan sama dan identik dengan penghitungan pertama tadi. Tak peduli seberapa lama surat-surat suara tersebut dihitung satu persatu.

Katakan misalnya, suara si IA persentasenya 30%, suara si SAYANG 50%, dan si GARUDANA 15%, serta suara batal/rusak 5%. Maka komposisi ini tetap akan sama, baik pada perhitungan pertama maupun perhitungan kedua.

Sekarang mari kembali kita kumpulkan surat-surat suara itu pada suatu wadah lalu kita kocok-kocok lagi. Lalu sambil tutup mata, dari antara 6 juta lembar surat suara itu kita ambil 1 surat suara. Kira-kira suara untuk siapa gerangan yang kita ambil itu? Teori peluang (diajarkan di tingkat Sekolah Menengah Umum) mengatakan: kemungkinan suara itu untuk si IA adalah 30%, kemungkinan untuk si SAYANG adalah 50%, kemungkinan untuk si GARUDANA adalah 15%, dan kemungkinan surat suara itu rusak/batal adalah 5%.

Nah, semakin banyak sampel surat suara yang kita ambil, lalu kita kelompokkan berdasarkan suara itu untuk siapa (IA, SAYANG, GARUDANA, atau rusak), maka persentase yang terbentuk komposisinya akan semakin mendekati 20 : 50 : 15 : 5. Dalam kalimat sederhana: semakin banyak sampel kita ambil, hasilnya semakin persis dengan kondisi sebenarnya (tingkat kesalahan hitung atau "error" rendah). Sebaliknya, semakin sedikit sampelnya, maka hasilnya tidak begitu persis dengan kondisi sebenarnya (tingkat error tinggi).

Anda mau tahu hasil pemilu gubernur dengan cepat, hanya dalam hitungan 3-4 jam setelah pemungutan suara? Gampang. Tinggal ambil sampel dari sejumlah tertentu TPS. Boleh anda pilih secara acak dengan syarat tersebar merata di semua kabupaten/kota. Semakin banyak sampel semakin rendah tingkat salah hitung anda. Beruntungnya, menurut ilmu statistika, 300 - 400 titik sampel sudah memadai untuk mendapatkan gambaran utuh komposisi suara. Tetap ada error, tetapi batasnya (margin-nya) sangat kecil (kisaran 1 - 3%). Kalau anda menghitung dengan cara ini, anda baru saja melakukan yang namanya Quick Count (hitung cepat). Disebut "cepat" karena waktu yang dibutuhkan untuk menghitung tentunya jauh lebih sedikit dibanding kalau kita harus menghitung keseluruhan surat suara satu demi satu.

Bagaimana dengan Real Count (hitung nyata, dalam arti nyata-nyata menghitung satu demi satu)? Tidak perlu dijelaskan lagi saya kira, karena ya itu tadi: mencacah surat suara 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,....dan seterusnya sampai lembar suara terakhir sambil memetakan kertas suara ini untuk siapa, kertas suara itu untuk siapa apakah untuk si IA, SAYANG, GARUDANA, atau rusak.

Keuntungan Real Count adalah bahwa suara tersebut suara nyata. Tetapi, komposisi persentase suara akan berfluktuasi tinggi. Jika si IA pada hari ini posisi suara terkumpulnya 50% relatif terhadap jumlah data yang masuk, besok bisa jadi persentase menurun drastis menjadi 30%. Lusa bisa jadi 40 atau bahkan tinggal 10% saja.

Sementara pada Quick Count, hanya pada menit-menit pertama saja komposisi persentase suara berfluktuasi. Semakin mendekati 100% sampel data masuk, semakin stabil pula persentase suara yang didapatkan. Jika si SAYANG sudah mendapat di atas 50% suara misalnya, dan sampel data masuknya sudah di atas 90%, maka sangat kecil kemungkinan raihan suara si SAYANG ini akan turun jauh atau melonjak tinggi dari angka persen 50. Dan apabila raihan para pesaingnya terpaut lebih dari tetapan margin of error di bawahnya (pasti di bawah, tidak mungkin di atas -sebuah aksioma), maka dapat dipastikan si SAYANG adalah pemenang pemilu.

Sesungguhnya Quick Count adalah anak kandung Real Count. Ibaratnya: DNA keduanya punya pertalian yang sangat erat tetapi tidak sepenuhnya identik. Teramat jarang hasil Quick Count sama persis (identik) dengan Real Count, tetapi yang pasti hasil Quick Count hanya akan berselisih kecil dengan Real Count. Rentang selisihnya itu yang disebut margin of error.

Quick Count sangat bisa diandalkan untuk mendapat gambaran kisaran komposisi persentase suara antar peserta. Tetapi, Quick Count tidak bisa sepenuhnya menjamin siapa yang jadi urutan pertama dan siapa yang kedua. Jika raihan antar 2 peserta berselisih lebih kecil dari margin of error, maka pemenang sejati benar-benar harus menunggu Real Count. Namun, jika selisih suara Quick Count antara urutan pertama dan kedua di atas angka margin of error, maka Quick Count bisa diandalkan untuk dijadikan dasar untuk menyelamati Gubernur-terpilih.

Dari 5 lembaga yang melakukan Quick Count Pilgub Sulsel 22 Januari 2013 lalu, semuanya menempatkan Pasangan Syahrul Yasin Limpo - Agus Arifin Nu'mang di urutan pertama dengan raihan suara 52-54%. Urutan berikutnya meraih suara pada kisaran 40-42%. Margin of Error tidak besar, hanya 3% (dan memang tidak boleh besar, kalau besar berarti error count/salah hitung).

SELAMAT BUAT SEMUA PENDUKUNG SAYANG – SELAMAT BUAT MASYARAKAT SULAWESI SELATAN…

Quick Count - Real Count = SAYANG IS THE BEST...



Quick Count - Real Count

Ketika kertas suara terakhir dicoblos saat itu pulalah komposisi persentase suara para peserta pemilu sudah ada, lengkap dengan urut-urutannya mulai dari siapa meraih persentase terbanyak sampai siapa paling sedikit. Dengan demikian siapa yang menjadi pemenang sesungguhnya sudah ada pada saat itu juga.

Yang dibutuhkan selanjutnya hanyalah menghitung satu demi satu surat suara. Tak peduli kemampuan kita untuk menghitung 6 juta lembar surat suara makan waktu satu jam atau satu minggu, komposisi persentase suara tidak akan berubah. Berapa suara untuk si IA, berapa untuk si SAYANG, berapa untuk si GARUDANA, dan berapa suara yang batal, serta berapa kertas suara yang tidak terpakai, tidaklah berubah.

Jika surat-surat suara yang sudah dihitung tadi dikumpul kembali, dikocok-kocok, lalu dihitung ulang, maka niscaya komposisi perolehan suara tetap akan sama dan identik dengan penghitungan pertama tadi. Tak peduli seberapa lama surat-surat suara tersebut dihitung satu persatu.

Katakan misalnya, suara si IA persentasenya 30%, suara si SAYANG 50%, dan si GARUDANA 15%, serta suara batal/rusak 5%. Maka komposisi ini tetap akan sama, baik pada perhitungan pertama maupun perhitungan kedua.

Sekarang mari kembali kita kumpulkan surat-surat suara itu pada suatu wadah lalu kita kocok-kocok lagi. Lalu sambil tutup mata, dari antara 6 juta lembar surat suara itu kita ambil 1 surat suara. Kira-kira suara untuk siapa gerangan yang kita ambil itu? Teori peluang (diajarkan di tingkat Sekolah Menengah Umum) mengatakan: kemungkinan suara itu untuk si IA adalah 30%, kemungkinan untuk si SAYANG adalah 50%, kemungkinan untuk si GARUDANA adalah 15%, dan kemungkinan surat suara itu rusak/batal adalah 5%.

Nah, semakin banyak sampel surat suara yang kita ambil, lalu kita kelompokkan berdasarkan suara itu untuk siapa (IA, SAYANG, GARUDANA, atau rusak), maka persentase yang terbentuk komposisinya akan semakin mendekati 20 : 50 : 15 : 5. Dalam kalimat sederhana: semakin banyak sampel kita ambil, hasilnya semakin persis dengan kondisi sebenarnya (tingkat kesalahan hitung atau "error" rendah). Sebaliknya, semakin sedikit sampelnya, maka hasilnya tidak begitu persis dengan kondisi sebenarnya (tingkat error tinggi).

Anda mau tahu hasil pemilu gubernur dengan cepat, hanya dalam hitungan 3-4 jam setelah pemungutan suara? Gampang. Tinggal ambil sampel dari sejumlah tertentu TPS. Boleh anda pilih secara acak dengan syarat tersebar merata di semua kabupaten/kota. Semakin banyak sampel semakin rendah tingkat salah hitung anda. Beruntungnya, menurut ilmu statistika, 300 - 400 titik sampel sudah memadai untuk mendapatkan gambaran utuh komposisi suara. Tetap ada error, tetapi batasnya (margin-nya) sangat kecil (kisaran 1 - 3%). Kalau anda menghitung dengan cara ini, anda baru saja melakukan yang namanya Quick Count (hitung cepat). Disebut "cepat" karena waktu yang dibutuhkan untuk menghitung tentunya jauh lebih sedikit dibanding kalau kita harus menghitung keseluruhan surat suara satu demi satu.

Bagaimana dengan Real Count (hitung nyata, dalam arti nyata-nyata menghitung satu demi satu)? Tidak perlu dijelaskan lagi saya kira, karena ya itu tadi: mencacah surat suara 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,....dan seterusnya sampai lembar suara terakhir sambil memetakan kertas suara ini untuk siapa, kertas suara itu untuk siapa apakah untuk si IA, SAYANG, GARUDANA, atau rusak.

Keuntungan Real Count adalah bahwa suara tersebut suara nyata. Tetapi, komposisi persentase suara akan berfluktuasi tinggi. Jika si IA pada hari ini posisi suara terkumpulnya 50% relatif terhadap jumlah data yang masuk, besok bisa jadi persentase menurun drastis menjadi 30%. Lusa bisa jadi 40 atau bahkan tinggal 10% saja.

Sementara pada Quick Count, hanya pada menit-menit pertama saja komposisi persentase suara berfluktuasi. Semakin mendekati 100% sampel data masuk, semakin stabil pula persentase suara yang didapatkan. Jika si SAYANG sudah mendapat di atas 50% suara misalnya, dan sampel data masuknya sudah di atas 90%, maka sangat kecil kemungkinan raihan suara si SAYANG ini akan turun jauh atau melonjak tinggi dari angka persen 50. Dan apabila raihan para pesaingnya terpaut lebih dari tetapan margin of error di bawahnya (pasti di bawah, tidak mungkin di atas -sebuah aksioma), maka dapat dipastikan si SAYANG adalah pemenang pemilu.

Sesungguhnya Quick Count adalah anak kandung Real Count. Ibaratnya: DNA keduanya punya pertalian yang sangat erat tetapi tidak sepenuhnya identik. Teramat jarang hasil Quick Count sama persis (identik) dengan Real Count, tetapi yang pasti hasil Quick Count hanya akan berselisih kecil dengan Real Count. Rentang selisihnya itu yang disebut margin of error.

Quick Count sangat bisa diandalkan untuk mendapat gambaran kisaran komposisi persentase suara antar peserta. Tetapi, Quick Count tidak bisa sepenuhnya menjamin siapa yang jadi urutan pertama dan siapa yang kedua. Jika raihan antar 2 peserta berselisih lebih kecil dari margin of error, maka pemenang sejati benar-benar harus menunggu Real Count. Namun, jika selisih suara Quick Count antara urutan pertama dan kedua di atas angka margin of error, maka Quick Count bisa diandalkan untuk dijadikan dasar untuk menyelamati Gubernur-terpilih.

Dari 5 lembaga yang melakukan Quick Count Pilgub Sulsel 22 Januari 2013 lalu, semuanya menempatkan Pasangan Syahrul Yasin Limpo - Agus Arifin Nu'mang di urutan pertama dengan raihan suara 52-54%. Urutan berikutnya meraih suara pada kisaran 40-42%. Margin of Error tidak besar, hanya 3% (dan memang tidak boleh besar, kalau besar berarti error count/salah hitung).

SELAMAT BUAT SEMUA PENDUKUNG SAYANG – SELAMAT BUAT MASYARAKAT SULAWESI SELATAN…

Selasa, 08 Januari 2013

Kisah Perempuan Gila Pesta, Masuk Islam dan Pakai Jilbab



Kisah Perempuan Gila Pesta, Masuk Islam dan Pakai Jilbab
"Islam mengajarkan kesejatian cinta, bukan hasrat palsu dan nafsu."

Heather Matthews, penggila pesta yang kini berjilbab (Daily Mail|Shoot the Living)
VIVAnews - Kebahagiaan sejati dan menemukan ketenangan hidup, adalah tujuan sejati manusia. Ia bisa ditemukan dengan beragam cara, misalnya berbuat kebaikan untuk sesama, pergi ke tempat sunyi untuk berkontemplasi, atau mendalami ajaran agama.

Salah satunya dialami Heather Matthews (27), penampilannya berubah drastis, perempuan "gila pesta" dengan penampilan super-minim  kini berhijab atau mengenakan jilbab setelah memeluk agama Islam. Baginya Islam mengenalkannya pada kesejatian cinta dan kebahagiaan, yang tidak ia jumpai di gaya hidup lamanya.

Matthews, ibu dua anak itu, masuk Islam empat minggu lalu, dua bulan setelah pulang dari liburan di Ibiza. Ia kini bahkan mengatakan, foto-foto liburannya di Ibiza, tanpa jilbab, adalah sebuah bukti kekeliruan bagaimana dunia Barat mendefinisikan kecantikan.

"Aku melihat cara gadis-gadis masa kini berperilaku dan berdandan, mati-matian menciptakan imej untuk mereka tunjukkan pada orang lain, terutama para pria," kata dia. "Ini adalah soal menghormati diri sendiri. Jika Anda berpakaian dan berperilaku dengan cara tertentu, baik atau buruk, itu akan mempengaruhi cara orang memperlakukan Anda."

"Islam mengajarkan pada saya tentang kesejatian cinta, bukan hasrat palsu dan nafsu. Saat ini saya bahkan memandang perjodohan adalah hal yang logis."

Studi kelompok lintas agama, Faith Matters menemukan, jumlah warga Inggris yang akhirnya memeluk agama Islam saat ini melewati angka 100.000, dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Laporan tersebut juga menyebut, dua per tiganya adalah perempuan, dengan rata-rata usia 27 tahun. Seperti halnya Matthews.

Jalannya menuju Islam diawali justru ketika ia meyakinkan mantan suaminya, Jerrome, yang baru saja menjadi muslim, bahwa Islam adalah agama yang salah. Ia yang curiga pada Islam, mulai banyak membaca untuk mendukung argumennya.

Meski mereka bercerai tahun lalu, Heather Matthews terus mempelajari Islam dan makin mengerti. Akhirnya, empat minggu lalu ia mengucap kalimat syahadat di depan ulama lokal. "Aku saat ini memiliki saudari-saudari muslim, mereka membelikan aku hijab dan buku-buku Islami untuk merayakannya. Ini luar biasa."

Keputusannya itu menimbulkan reaksi dari teman-teman dan keluarga. Juga kenalannya yang kebetulan berpapasan, ternganga melihat kepalanya berjilbab. "Saat memakai jilbab, aku bisa tersenyum pada orang, tanpa membuat mereka berpikir, itu godaan secara seksual," kata dia seperti dilansir Daily Mail.

Matthews juga sepakat dengan aturan Islam, yang melarang hubungan seks di luar pernikahan. Juga menyimpan kecantikan hanya untuk suami. Ia kini berhenti minum alkohol, hanya mengonsumsi makanan halal, dan berniat puasa penuh di Bulan Ramadhan.

Tak ada paksaan dalam beragama

Meski menemukan ketenangan dalam Islam, Matthews tak akan memaksakan agama barunya pada dua putrinya, Ellah (5) dan Halle (2) hasil pernikahannya dengan Jerrome. Ia memberi kesempatan pada dua putrinya untuk menemukan jalan hidupnya sendiri.

Seperti halnya dirinya. "Orang bisa saja berprasangka, aku dalam tekanan. Tapi tidak. Aku perempuan yang kuat, percaya diri, dan berpikiran bebas," kata dia. "Aku mungkin masuk kategori orang-orang yang dianggap tak mungkin masuk Islam."

Namun, Matthews yakin, ia tak menyesali keputusannya. "Mungkin mengejutkan, namun aku memilih Islam demi cinta dan kebahagiaan. Yang jelas hidupku telah berubah." (umi)