Demi Cari Selamat Demokrat
Jalan selamat untuk Partai Demokrat sudah
ditentukan, menamatkan sepak terjang Anas Urbaningrum. Bersih-bersih atau
menyingkirkan lawan politik?
Kompleks
TNI AL Duren Sawit, Jakarta Timur tiba-tiba
gelap. Aliran listrik di daerah itu padam, 15 menit setelah tamu terakhir keluar
dari rumah di Jalan Teluk Semangka Blok C8-9, rumah Anas Urbaningrum. Kamis
malam 7 Februari 2013, baru saja rumah Anas dipenuhi tamu dari Fraksi dan DPP
Partai Demokrat. Athiyyah Laila, istri Anas, menemani tamu dari Fraksi Partai
Demokrat. Malam itu memang genting bagi Anas. Ketua Dewan Pembina Partai
Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tengah menggelar rapat dengan empat
menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II dari Partai Demokrat, Jero Wacik,
Syarief Hasan, Amir Syamsuddin, dan Roy Suryo, untuk menentukan nasib
kepemimpinannya. SBY perlu membahas nasib Anas setelah muncul desakan agar
menyelamatkan PD. Dua menteri, Jero Wacik dan Syarif Hasan, meneriakkan PD
dalam kondisi gonjang-ganjing, SOS alias darurat. Pangkal masalahnya adalah
elektabilitas PD yang terus meluncur ke bawah. Partai yang pada 2009 meraih
suara 20 persen lebih itu, berdasarkan survei yang dirilis Saiful Mujani Research
and Consulting (SMRC) selama Desember 2012, perolehan suara partai besutan SBY
itu melorot jadi 8 persen.
Melorotnya
PD diduga karena partai itu disandera kasus hukum Anas dalam proyek Pembangunan
Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang,
Bogor. Status hokum Anas yang tidak jelas menyulitkan pengembangan PD menghadapi
Pemilu 2014. Maka itu, Jero dan Syarif meminta Anas mundur. Gara-gara desakan
itu, Ketua DPC PD Kabupaten Blitar Heru Sunariyanta menyebut Jero dan Syarif sebagai Sengkuni, tokoh licik dalam kisah
wayang Mahabharata.
Sebelumnya
Anas sempat menulis ‘Politik Para Sengkuni’ di status atau personal message Black Berry
Messengernya (BBM). Anas mengaku menulis status itu karena baru membaca buku
Mahabharata. Anehnya setelah saling bantah soal istilah Sengkuni itu, perang
terbuka seolah pecah. Kubu Anas dan kubu SBY seperti saling unjuk kekuatan. Saat
SBY rapat di Cikeas. Anas dan para pendukungnya berkumpul di rumah Anas, Duren
Sawit. Saat para menteri datang ke Cikeas, pendukung Anas pun mengalir ke Duren
Sawit. “Kita tunggu jam 21.00 WIB nih (rapat Dewan Pembina Partai Demokrat di
Cikeas),” ujar Gede Pasek Suardika, Anggota Fraksi Partai Demokrat yang turut
bertamu ke rumah Anas. Selain Gede Pasek, tampak pula anggota DPR Saan Mustofa
dan Michael Wattimena serta ketua DPD PD DKI Jakarta Irfan Ghani. Begitu acara
Cikeas selesai, aktivitas di Duren Sawit juga menyusul rampung. Para tamu
pulang satu persatu. Nah saat jarum jam menunjuk pukul 01.15 WIB, lampu di
kompleks Anas pun mati. Namun listrik di rumah Anas tetap menyala karena
memakai genset. Jumat malam 8 Februari 2013, karier politik Anas menjadi gelap.
SBY mengumumkan hasil pembicaraan Majelis Tinggi (MT) Partai Demokrat untuk
mengambil alih kewenangannya memimpin Partai Demokrat. Nasib Anas di Partai
Demokrat tamat. “Segala keputusan dan tindakan partai dijalankan Majelis Tinggi
Partai Demokrat. Ketua mengambil arahan penting. Elemen-elemen utama partai,
DPR, DPP, dan DPD berada di dalam kendali dan bertanggung jawab pada Majelis
Tinggi Partai Demokrat,” ucap SBY membacakan delapan butir kesepakatan. Keputusan
ini diambil setelah SBY melakukan pembicaraan dengan seluruh anggota MT yang
diketuai SBY dengan anggota Anas, Jero Wacik, Marzuki Alie, TB Silalahi, Edhie
Baskoro Yudhoyono (Ibas), Johnny Allen Marbun, Max Sopacua, dan Totok Riyanto.
Tiga menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II (KIB II) dari Partai Demokrat
juga turut hadir dalam pertemuan itu, Amir Syamsuddin, Syarief Hasan, dan Roy
Suryo. Anas turut terlibat dalam perumusan pengambilalihan kewenangan eksekutif
oleh MT, tapi ia tidak banyak bertindak untuk merelakan sepak terjangnya. Anas,
kata Max Sopacua, sudah sepakat dengan delapan butir yang dirumuskan secara
bersama, tak ada protes. Delapan butir ini berisi
penyerahan kewenangan penyelamatan partai sepenuhnya kepada MT. Kewenangan ini
meliputi restrukturisasi di internal, fraksi di DPR, penentuan calon
legislatif, pemilukada, dan lainnya. “Tidak ada perdebatan, semua sudah setuju
dan langsung ditandatangani di tempat itu juga, saat itu juga. Semua sudah
setuju mekanisme penyelamatan partai melalui Majelis Tinggi,” tegasnya
dikonfirmasi.
Dinamika internal PD memang seru. Kubu Anas yang didukung kuat DPP dan DPC sudah lama berseteru dengan kubu SBY yang didukung
sejumlah menteri dan Dewan Pembina PD. Partai Demokrat, menyebutkan gesekan antara kubu Anas dengan
golongan Dewan Pembina sudah mencapai puncak. Gesekan ini menemui jalan buntu ketika merumuskan daftar bakal caleg yang harus didaftarkan ke KPU April 2013 mendatang. “Ada banyak sekali dari orang Anas, dari orangorang bawaan Dewan Pembina juga banyak sekali. Walaupun sebenarnya mekanisme rekrutmen masih berjalan,” jelasnya. Rebutan porsi daftar bakal caleg
ini sebenarnya sudah mulai terasa sebelum pengumuman partai peserta Pemilu 2014 oleh KPU pada 8 Januari 2013 lalu. Kubu Marzuki Alie sudah mulai berebut memasukkan orang-orangnya ke daftar bakal caleg. Saling jegal terjadi saat memenuhi persyaratan administratif pendaftaran caleg di internal. Tim seleksi dan
kepanitiaan yang didominasi oleh pengurus DPP dipandang sengaja mempersulit persyaratan,
sehingga kader yang ingin mencalonkan mengurungkan niatnya.
Padahal rekrutmen daftar caleg ini hingga ke tingkatan DPC. Prahara yang menimpa Anas merupakan akumulasi konflik
di internal Partai Demokrat. Direktur Riset Charta Politika, Yunarto Wijaya menganggap
terjadi perseteruan dalam penyusunan daftar bakal caleg di dalam
partai dan akumulasi antarfaksi pasca-kongres Partai Demokrat 2010. Tarung kepentingan ini
makin mengerucut mendekati 2014. “Mungkin dengan Anas lengser, ada pihak yang
merasa bisa lebih memberikan pengaruhnya,” sambung Yunarto.
Kubu
Anas sejauh ini belum menunjukkan tandatanda melawan keputusan SBY. Saan
menuturkan begitu pulang dari rumah SBY, Anas langsung salat. Namun
pasca-pengambilalihan oleh Majelis Tinggi, Anas tetap menjalankan aktivitas
sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Sabtu 9 Februari 2013, ia melakukan
pelantikan seluruh pengurus se-Provinsi Banten di Pandeglang, Banten. Kinerja
kepemimpinannya, kata Anas, berdasarkan AD/ART Partai Demokrat. SBY, melalui
Majelis Tinggi, boleh jadi melakukan pengambilalihan kewenangan, sebelum ada
penonaktifan sebagai Ketua Umum maka ia tetap menjalankan tugasnya. "Ada
poin sesuai hierarki dan konstitusi partai. Jadi pegangannya konstitusi
partai," tegasnya. Justru Kewenangan Majelis Tinggi Partai Demokrat melakukan
pengambilalihan tidak diatur dalam AD/ART. Pasal 13 AD Partai Demokrat tidak
memiliki kewenangan pengambilalihan kewenangan eksekutif. Anas mulai melawan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar