Selasa, 12 Februari 2013

PARTAI DEMOKRAT, BAKAL MEMBAIK...??



Demi Cari Selamat Demokrat

Jalan selamat untuk Partai Demokrat sudah ditentukan, menamatkan sepak terjang Anas Urbaningrum. Bersih-bersih atau menyingkirkan lawan politik?


Kompleks TNI AL Duren Sawit, Jakarta Timur tiba-tiba gelap. Aliran listrik di daerah itu padam, 15 menit setelah tamu terakhir keluar dari rumah di Jalan Teluk Semangka Blok C8-9, rumah Anas Urbaningrum. Kamis malam 7 Februari 2013, baru saja rumah Anas dipenuhi tamu dari Fraksi dan DPP Partai Demokrat. Athiyyah Laila, istri Anas, menemani tamu dari Fraksi Partai Demokrat. Malam itu memang genting bagi Anas. Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tengah menggelar rapat dengan empat menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II dari Partai Demokrat, Jero Wacik, Syarief Hasan, Amir Syamsuddin, dan Roy Suryo, untuk menentukan nasib kepemimpinannya. SBY perlu membahas nasib Anas setelah muncul desakan agar menyelamatkan PD. Dua menteri, Jero Wacik dan Syarif Hasan, meneriakkan PD dalam kondisi gonjang-ganjing, SOS alias darurat. Pangkal masalahnya adalah elektabilitas PD yang terus meluncur ke bawah. Partai yang pada 2009 meraih suara 20 persen lebih itu, berdasarkan survei yang dirilis Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) selama Desember 2012, perolehan suara partai besutan SBY itu melorot jadi 8 persen.
Melorotnya PD diduga karena partai itu disandera kasus hukum Anas dalam proyek Pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor. Status hokum Anas yang tidak jelas menyulitkan pengembangan PD menghadapi Pemilu 2014. Maka itu, Jero dan Syarif meminta Anas mundur. Gara-gara desakan itu, Ketua DPC PD Kabupaten Blitar Heru Sunariyanta menyebut Jero dan Syarif  sebagai Sengkuni, tokoh licik dalam kisah wayang Mahabharata.
Sebelumnya Anas sempat menulis ‘Politik Para Sengkuni’ di status atau personal message Black Berry Messengernya (BBM). Anas mengaku menulis status itu karena baru membaca buku Mahabharata. Anehnya setelah saling bantah soal istilah Sengkuni itu, perang terbuka seolah pecah. Kubu Anas dan kubu SBY seperti saling unjuk kekuatan. Saat SBY rapat di Cikeas. Anas dan para pendukungnya berkumpul di rumah Anas, Duren Sawit. Saat para menteri datang ke Cikeas, pendukung Anas pun mengalir ke Duren Sawit. “Kita tunggu jam 21.00 WIB nih (rapat Dewan Pembina Partai Demokrat di Cikeas),” ujar Gede Pasek Suardika, Anggota Fraksi Partai Demokrat yang turut bertamu ke rumah Anas. Selain Gede Pasek, tampak pula anggota DPR Saan Mustofa dan Michael Wattimena serta ketua DPD PD DKI Jakarta Irfan Ghani. Begitu acara Cikeas selesai, aktivitas di Duren Sawit juga menyusul rampung. Para tamu pulang satu persatu. Nah saat jarum jam menunjuk pukul 01.15 WIB, lampu di kompleks Anas pun mati. Namun listrik di rumah Anas tetap menyala karena memakai genset. Jumat malam 8 Februari 2013, karier politik Anas menjadi gelap. SBY mengumumkan hasil pembicaraan Majelis Tinggi (MT) Partai Demokrat untuk mengambil alih kewenangannya memimpin Partai Demokrat. Nasib Anas di Partai Demokrat tamat. “Segala keputusan dan tindakan partai dijalankan Majelis Tinggi Partai Demokrat. Ketua mengambil arahan penting. Elemen-elemen utama partai, DPR, DPP, dan DPD berada di dalam kendali dan bertanggung jawab pada Majelis Tinggi Partai Demokrat,” ucap SBY membacakan delapan butir kesepakatan. Keputusan ini diambil setelah SBY melakukan pembicaraan dengan seluruh anggota MT yang diketuai SBY dengan anggota Anas, Jero Wacik, Marzuki Alie, TB Silalahi, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), Johnny Allen Marbun, Max Sopacua, dan Totok Riyanto. Tiga menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II (KIB II) dari Partai Demokrat juga turut hadir dalam pertemuan itu, Amir Syamsuddin, Syarief Hasan, dan Roy Suryo. Anas turut terlibat dalam perumusan pengambilalihan kewenangan eksekutif oleh MT, tapi ia tidak banyak bertindak untuk merelakan sepak terjangnya. Anas, kata Max Sopacua, sudah sepakat dengan delapan butir yang dirumuskan secara bersama, tak ada protes. Delapan butir ini berisi penyerahan kewenangan penyelamatan partai sepenuhnya kepada MT. Kewenangan ini meliputi restrukturisasi di internal, fraksi di DPR, penentuan calon legislatif, pemilukada, dan lainnya. “Tidak ada perdebatan, semua sudah setuju dan langsung ditandatangani di tempat itu juga, saat itu juga. Semua sudah setuju mekanisme penyelamatan partai melalui Majelis Tinggi,” tegasnya dikonfirmasi.
Dinamika internal PD memang seru. Kubu Anas yang didukung kuat DPP dan DPC sudah lama berseteru dengan kubu SBY yang didukung sejumlah menteri dan Dewan Pembina PD.  Partai Demokrat, menyebutkan gesekan antara kubu Anas dengan golongan Dewan Pembina sudah mencapai puncak. Gesekan ini menemui jalan buntu ketika merumuskan daftar bakal caleg yang harus didaftarkan ke KPU April 2013 mendatang. “Ada banyak sekali dari orang Anas, dari orangorang bawaan Dewan Pembina juga banyak sekali. Walaupun sebenarnya mekanisme rekrutmen masih berjalan,” jelasnya. Rebutan porsi daftar bakal caleg ini sebenarnya sudah mulai terasa sebelum pengumuman partai peserta Pemilu 2014 oleh KPU pada 8 Januari 2013 lalu. Kubu Marzuki Alie sudah mulai berebut memasukkan orang-orangnya ke daftar bakal caleg. Saling jegal terjadi saat memenuhi persyaratan administratif pendaftaran caleg di internal. Tim seleksi dan kepanitiaan yang didominasi oleh pengurus DPP dipandang sengaja mempersulit persyaratan, sehingga kader yang ingin mencalonkan mengurungkan niatnya. Padahal rekrutmen daftar caleg ini hingga ke tingkatan DPC. Prahara yang menimpa Anas merupakan akumulasi konflik di internal Partai Demokrat. Direktur Riset Charta Politika, Yunarto Wijaya menganggap terjadi perseteruan dalam penyusunan daftar bakal caleg di dalam partai dan akumulasi antarfaksi pasca-kongres Partai Demokrat 2010. Tarung kepentingan ini makin mengerucut mendekati 2014. “Mungkin dengan Anas lengser, ada pihak yang merasa bisa lebih memberikan pengaruhnya,” sambung Yunarto.
Kubu Anas sejauh ini belum menunjukkan tandatanda melawan keputusan SBY. Saan menuturkan begitu pulang dari rumah SBY, Anas langsung salat. Namun pasca-pengambilalihan oleh Majelis Tinggi, Anas tetap menjalankan aktivitas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Sabtu 9 Februari 2013, ia melakukan pelantikan seluruh pengurus se-Provinsi Banten di Pandeglang, Banten. Kinerja kepemimpinannya, kata Anas, berdasarkan AD/ART Partai Demokrat. SBY, melalui Majelis Tinggi, boleh jadi melakukan pengambilalihan kewenangan, sebelum ada penonaktifan sebagai Ketua Umum maka ia tetap menjalankan tugasnya. "Ada poin sesuai hierarki dan konstitusi partai. Jadi pegangannya konstitusi partai," tegasnya. Justru Kewenangan Majelis Tinggi Partai Demokrat melakukan pengambilalihan tidak diatur dalam AD/ART. Pasal 13 AD Partai Demokrat tidak memiliki kewenangan pengambilalihan kewenangan eksekutif. Anas mulai melawan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar