Minggu, 26 Agustus 2012

KASUS POLRI VS KPK


HAKEKAT PEMERIKSAAN ( I = O)

Seiring waktu kita disibukkan dengan Kasus “SIMULATOR SIM” yang membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berseteru dengan Polisi Republik Indonesia (POLRI). Masing-masing bertahan dengan Hukumnya sendiri oleh POLRI mengacu pada KUHAP dengan dukungan Argumentasi dari berbagai Pakar Hukum antara lain YUSIHZHA MAHENDRA dkk, sedangkan KPK tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 terkhusus Pasal 50 dari seluruh Ayat didalamnya dan tidak tanggung-tanggung didukung oleh Seluruh Pemerhati Hukum dari Perguruan Tinggi utamanya Universitas Indonesia dan Universitas Diponegoro. Ini sungguh memiriskan hati. 
Siapa Sesungguhnya yang Berhak Memeriksa…?
Hakekat Pemeriksaan adalah Hadirnya INDEPENDENSI yang selanjutnya disimbolkan (I), dari Indepenensi inilah yang akan menghadirkan OBYEKTIFITAS yang selanjutnya disimbolkan (O). Mana mungkin ada Independensi Pemeriksaan kalau Institusi yang bersoal diperiksa oleh Institusinya sendiri…?? Ambil contoh, Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah (BPKP), jika bersoal maka yang memeriksa adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), demikian pula sebaliknya Jika BPK bersoal maka yang memeriksa tentu saja adalah BPKP jadi sesungguhnya siapapun Institusi Negara jika bersoal atas hukum maka terlepas dari Kewenangannya sebagai “Pemeriksa” maka perlu menghadirkan Institusi Luar atau EKSTERNAL Audit atau “Pemeriksa” dengan demikian OBYEKTIFITAS diharap adanya. Institusi POLRI yang bersoal dengan Hukum atas Pengadaan Alat SIMULATOR SIM, tidak akan dapat diyakini nilai Obyektifitasnya jika tidak menghadirkan EKSTERNAL Pemeriksa – sesuai Undang-Undang maka pihak Eksternal yang dimaksud adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bagaimana dengan KPK sendiri jika bersoal dengan Hukum, maka sudah pasti akan dihadirkan pihak EKSTERNAL yang disepakati berdasar Ketentuan Hukum yang berlaku.
Bagaimana Sikap yang Baik..??
Upaya untuk mempertahankan diri dengan memberi Argumentasi apapun namanya agar dapat memeriksa dirinya sendiri, berarti menolak Hakekat Pemeriksaan dan ini berarti Obyektifitas Hasil Pemeriksaan MERAGUKAN – sekalipun dilaksanakan dengan tingkat TRANSPARANSI tertinggi. Ini adalah sikap tidak bijak dan tentu sangat jauh dari KEELOKAN. Akibat dari sikap inipun menimbulkan multi tafsir dari berbagai lapisan Masyarakat antara lain Ada Apa dengan POLRI, apa ada sandungan dengan KAPOLRI sendiri….? Bukankah ini adalah wujud Pengalihan Issu Hambalang…?? Dan banyak lagi tafsir-tafsir lain yang berpotensi menurunkan Kewibawaan Institusi POLRI secara Khusus dan PEMERINTAH secara Umum.
Sikap Pemerhati Hukum, yang meminta UJI MATERIL khususnya Pasal 50 dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, dengan harapan putusan Mahkamah Konstitusi, adalah Baik karena Keputusan MK bersikap mengikat agar tidak lagi ada DUALISME atas Tafsir Pasar 50 dari seluruh Ayatnya. Namun apapun nantinya keputusan MK, tetap saja kita tidak akan dapat mengakui dan Sangat MERAGUKAN OBYEKTIFAS jika Pemeriksanaan dilaksanakan INTERNAL INSTITUSI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar