Jumat, 31 Agustus 2012

DOSA BESAR SANG PENGUASA.......


KAREBOSI STATUS QUO
Jumat, 31 Agustus 2012
BPNSegera Pasang Garis Merah, Aktivitas Bisnis Dihentikan



MAKASSAR, FAJAR -- Polemik komersialisasi Lapangan Karebosi memasuki babak baru. Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulsel akan memasang garis merah sebagai tanda status quo di titik nol kilometer Makassar yang seharusnya menjadi area publik masyarakat itu.

Kepala BPN Sulsel, Elfahri Budiman menegaskan, setelah pemasangan garis merah, Lapangan Karebosi menjadi status quo. Segala aktivitas termasuk kegiatan bisnis tidak boleh dilakukan di dalam kawasan itu, termasuk pusat perbelanjaan Karebosi Link di perut Karebosi.

"Kami akan membuat garis merah agar tidak diganggu gugat sementara, karena Karebosi dalam pengusulan HPL. Tidak boleh ada pergerakan di dalamnya, tidak ada aktivitas jual beli atau bisnis lainnya," tegas Elfahri di Rujab Gubernur, Kamis, 30 Agustus.

Setelah menetapkan Karebosi status quo, BPN akan membuat surat edaran agar tidak ada upaya pihak lain melakukan aktivitas. Status quo berlaku hingga pemerintah menerbitkan dokumen Hak Pengelolaan Lahan (HPL).

Lapangan Karebosi telah beralih fungsi menjadi kawasan komersial, kendati Pemkot Makassar maupun PT Tosan Permai Lestari sebagai investor dan pengembang belum mengantongi dokumen HPL. Berbagai aktivitas bisnis terjadi di "perut" maupun permukaan Lapangan Karebosi itu.

Rencana memasang garis merah dan men-status quo-kan Karebosi diungkapkan Elfahri usai menemui Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo, kemarin. "Kami akan melakukan secepatnya. Sudah menjadi perintah gubernur, sehingga harus dilaksanakan," kata Elfahri.

Sejak kemarin, mantan kepala BPN Sulbar dan Sumatera Utara itu mengaku sudah memanggil kepala BPN Makassar untuk mempersiapkan pemasangan garis merah. BPN terlebih dahulu melakukan inventarisasi kawasan yang diajukan permohonan penerbitan HPL.

Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo mengatakan, hak publik harus dijaga dan BPN tidak boleh mengeluarkan sertifikat secara sembarangan. Apalagi bila lahannya jelas-jelas milik rakyat.
"Rakyat tidak boleh kehilangan pantai dan lapangannya. Ini hanya petunjuk umum gubernur. Jangan mau kehilangan Karebosi, sehingga HPL-nya jangan dikeluarkan," tegas Syahrul.

Komersialisasi Karebosi dimulai dari bawah tanah dan berkembang ke permukaan dengan pembangunan restoran. Pembangunan terus berlanjut, dan rakyat semakin kehilangan haknya.
Apalagi, pihak investor yang ditunjuk Pemkot Makassar mengeksploitasi Lapangan Karebosi sudah mengatur pemanfaatannya seperti hak miliknya. Pemanfaatannya harus seizin pihak Tosan.

"Kalau kita yang tahu sejarahnya masih hidup dan sudah ada upaya penguasaan, bagaimana nanti. Mungkin kita tidak butuh, tetapi anak cucu kita. Kita harus peduli jika tidak ingin kehilangan Karebosi. Lapangan Karebosi itu daerah resapan air," kata Syahrul.

Selain pembangunan pusat perbelanjaan yang kini bernama Karebosi Link, Syahrul juga mengkritik tempat perbelanjaan bertingkat yang dibangun di atas jalan raya. Tempat perbelanjaan yang awalnya hanya disebut sarana penyeberangan itu sudah dibangun bertingkat di sekitar Lapangan Karebosi.

"Di atas jalan juga tidak boleh sembarang membuat bangunan melintas-lintas. Ini rakyat yang punya jalan. Tidak boleh mentang-mentang gubernur mau mengeluarkan izin sembarangan," tegas Syahrul.
Sementara itu, Direktur Utama PT Tosan Permai Lestari, Binsar J Samosir, SH, saat dihubungi belum memberikan konfirmasi.

"Nanti saya hubungi kembali, soalnya saya masih di luar," katanya saat dikonfirmasi. Sekretaris Komisi A DPRD Makassar, Mustagfir Sabri menyatakan, bagi partainya persoalan Karebosi sudah final dengan penandatanganan hak angket, kemarin. PDK, kata dia, tidak melihat pada aspek keindahan melainkan pada beberapa hal, khususnya terkait pada aspek cagar budaya dan hak pengelolaan lahan yang mesti harus jelas sebelum ada pembangunan. (rif/sil)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar